Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Menulis merupakan hobi saya selain membaca. Oleh karena itu, sejak SMP saya sudah mulai menulis di buku diary. Kemudian menulis apapun itu di sosial media yang terkadang banyak dapat nyiyiran karena seringnya menulis di sosmed.
Untuk itu, saya bergabung dalam komunitas menulis supaya dapat mengeluarkan segala uneg-uneg maupun imajinasi yang muncul di dalam hati dan pikiran ini. Dan Alhamdulillah, sekarang saya sudah mempunyai karya dalam menulis yakni karya pertama saya yang sudah dipublikasikan dalam sebuah buku berupa Antologi cerpen "Goresan Pena Sang Pendidik". Walaupun masih belum bisa solo, tetapi itu sudah merupakan suatu nikmat yang perlu disyukuri.
Saya menyadari bahwa tulisan saya ini masih jauh dari kata sempurna. Karena saya masih dalam tahap belajar. Oleh karena itu suport dan komentar yang membangun saya harapkan dari saudara sekalian.
Berikut ini Cerpen perdana saya:
KELAS BERGOYANG
Kasiatun, S.Pd.
Pagi ini, cuaca sangat cerah.
Matahari sudah menampakkan cahayanya. Seperti biasa, aku sudah bersiap-siap
berangkat ke sekolah. Alhamdulillah hari ini tidak ada drama si kembar seperti
biasanya. Mereka begitu manis dan baik sekali kelakuannya pagi ini. Tidak ada
suara tangisan maupun rengekan di rumah ini sehingga membuat saya lebih
bersemangat untuk berangkat ke sekolah.
Dengan hati yang berbunga-bunga aku
mengendarai motor sambil bernyanyi di sepanjang jalan menuju sekolah. Jarak
rumah dengan sekolah kurang lebih 4 Km. Sehingga butuh waktu 15 menit untuk sampai ke sekolah. Namun, baru
saja saya mengendarai motor selama 10 menit, tiba-tiba motor oleng dan tidak
nyaman lagi untuk dikendarai. Akhirnya, aku berhenti dan melihat roda motor
tersebut. Qodarullah, ternyata bannya
kempes. Patutlah motornya oleng.
Karena di situ pematang dan tidak
ada orang yang buka tambal ban, maka motor tersebut kudorong hingga ke bengkel yang agak dekat dengan sekolah.
Alhasil, keringat bercucuran membasahi kening dan baju.
Sambil berjalan kulafalkan selawat
dan sesekali beristigfar karena menyadari bahwa saking gembiranya pagi tadi
lupa untuk bersyukur dan malah bernyanyi di sepanjang jalan menuju sekolah. Mungkin
itulah teguran yang Allah berikan kepadaku karena sudah berlebih-lebihan
menyikapi suatu rasa kegembiraan.
“Motornya kenapa, Bu?” tanya tukang
bengkel tersebut.
“Bocor, Pak” jawabku.
Lalu diambilnya motorku itu dan
diperiksa oleh tukang bengkel tersebut.
“Bu, bannya ini terkena paku. Mau
ditambal atau diganti ban dalam saja?”
“Ditambal saja. Berapa lama
kira-kira menambal ban itu Pak?” tanyaku.
“Kurang lebih setengah jam, Bu”
jawabnya.
Karena waktu masuk kelas hanya
tinggal 5 menit lagi, kuputuskan untuk meninggalkan motor itu di bengkel
tersebut dan aku berjalan kaki menuju ke sekolah.
“Kalau begitu motornya kutinggal
saja, ya, pak. Nanti pulang sekolah aku ambil,” kataku.
Setelah berjalan kurang lebih 10
menit, sampailah aku di depan kelas dengan sedikit terengah-engah. Aku berhenti
sebentar, kemudian menarik nafas dalam-dalam tiga kali baru masuk ke kelas dan
memulai pembelajaran.
“Assalamu’alaikum. Selamt pagi
anak-anak,” salamku kepada siwa kelas VI SD tersebut.
“Wa’alaikum salam. Selamat pagi Bu,”
jawab mereka.
Kemudian kami berdoa terlebih dahulu
sebelum memulai pembelajaran, baru setelahnya aku menanyakan apakah ada PR atau
tidak kepada mereka. Ternyata ada PR.
Sebelum menyuruh mereka mengumpulkan
dan mengoreksi PR, terlebih dahulu aku sampaikan materi apa yang akan dipelajari
dan tujuannya. Semua siswa mendengarkan
dengan seksama dan waktu itu suasananya begitu hening. Hingga suatu pertanyaan
kusampaikan kepada mereka tentang perubahan fisik mereka yang signifikan selama
ini.
“Perubahan apa yang terjadi pada fisik kalian anak-anak,
bila dibandingkan dengan waktu kalian masih duduk di kelas I kemarin?” tanyaku
kepada mereka.
“Makin tinggi, Bu,” jawab Silvia.
“Tampak jakun, Bu,” sahut Fentus.
“Tumbuh rambut di beberapa tempat, Bu,” sambung Parel.
“Tumbuh jerawat, Bu,” kata Sadarman.
“Dada mulai membesar, Bu,” ujar Tasqia.
Mereka pun menjawab dengan
bersahut-sahutan hingga aku mengangkat tangan tanda untuk mereka berhenti
menjawab dan giliranku menanggapinya.
“Iya, bagus. Diantara
jawaban-jawaban kalian tadi itu ada yang merupakan ciri-ciri dari pubertas, ya.
Pubertas adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa atau biasa
orang menyebutnya masa remaja. Ciri-ciri pubertas antara laki-laki dan
perempuan itu agak berbeda. Pada Laki-laki ciri-cirinya adalah mulai tumbuh
kumis dan rambut di bagian tubuh lainnya, mulai tumbuh jakun, terkadang mulai
berjerawat, badannya makin tinggi besar dan dada terlihat makin bidang, sudah
mimpi basah, suara makin berat dan besar. Kalau ciri-ciri pubertas pada
perempuan itu pinggul membesar, payu dara mulai membesar, mengalami haid atau
menstruasi, mulai tumbuh rambut di bagian tubuh lainnya, kulit tampak halus,
suara terdengar makin melengking dan alat reproduksi mulai matang atau
berfungsi. Demikian adalah ciri-ciri pubertas bagi laki-laki dan perempuan.”
Setelah beberapa saat memberikan
pemaparan materi, tibalah saatnya untuk memberikan evaluasi kepada siswa.
Silvia yang merupakan anak yang paling pandai di antara teman-temannya
mengajukan beberapa pertanyaan. Sebelum aku menjawab, kucoba lemparkan kepada
teman-temannya untuk menjawabnya. Tasqia yang termasuk siswa cerdas langsung
menjawab diikuti oleh Parel dan juga Fentus.
“Baiklah anak-anak, sekarang
kerjakan latihan pembelajaran 4 yang ada dalam LKS halaman 82 yang bagian A
pilihan ganda saja, ya!” perintahku.
“Baik, Bu” jawab mereka.
Kemudian semua siswa mulai
mengerjakan latihan pada LKS tersebut. Suasana begitu hening karena mereka
fokus mengerjakan soal-soal dan aku sendiri sedang mengoreksi PR mereka dan
memberinya nilai pada hasil pekerjaan siswa tersebut. Setelah beberapa saat
mengoreksi, tepat pada pukul 08.41 WIB di hari Jumat tanggal 25 Februari 2022
tersebut tiba-tiba kursiku terasa bergoyang-goyang beberapa kali.
Aku terkejut dan bertanya dalam hati.
Apa aku pusing karena kecapekan mendorong
motor pagi tadi ataukah gempa? Lalu kulihat figura foto di dinding kelas itu juga bergoyang.
“ Anak-anak, apakah kalian merasakan
ada gempa? Apakah kalian merasakan kelas ini bergoyang?” tanyaku.
“Iya, Bu, kelas kita bergoyang,”
kata si Silvia.
“Iya Bu. Kelas ini bergoyang. Kirain
itu Ibu sedang bernyanyi sambil goyang-goyang,” jawab Tasqia.
“Saya juga terasa bergoyang di kursi
ini, Bu,” kata si Parel.
“Kamu, tuh, ikut-ikutan saja, Rel,”
sahut si Tasqia.
“ Iya Bu, benar ada gempa. Lihat
itu, penggaris di belakang Ibu bergoyang-goyang. Awas, Bu, hati-hati nanti
ketimpa penggaris,” kata si Fentus.
Spontan aku langsung berdiri dan
beristigfar dan diikuti semua siswa. Karena masih terasa bergoyang kami panik
dan langsung kuperintahkan murid-murid untuk lari ke luar kelas menuju halaman
sekolah.
“ Jangan panik, baca istighfar dan
selawat, lalu semuanya keluar ke halaman sekolah, ya, Nak. Pilih tempat yang
terbuka!” perintahku kepada mereka.
“Astaghfirrullah
al ’a zim” seru mereka sambil berhamburan ke luar kelas
menuju halaman sekolah.
Sesampainya di halaman semua murid
berkumpul dan berdoa memohon perlindungan dari Allah Swt, mereka berselawat
bersama-sama. Semua orang harus keluar rumah, sekolah, kantor ataupun gedung-gedung
lainnya jika terjadi gempa. Itu pun jika memungkinkan untuk lari ke luar
ruangan menuju tanah lapang supaya tidak tertimpa reruntuhan bangunan. Namun,
jika tidak memungkinkan, maka harus
mencari kolong meja atau tempat tidur untuk berlindung.
Dua puluh menit telah berlalu, kami
semua masih berada di halaman sekolah. Setelah dirasa aman dan tidak ada gempa
susulan lagi, kami semuanya masuk ke dalam kelas dan melanjutkan pembelajaran
kembali.
“Bu, tadi itu pusatnya gempa di
mana?” tanya Tasqia.
“Di Pasaman Sumatra Barat” jawabku.
“Itu menyebabkan tsunami seperti di
Aceh dahulu atau tidak, Bu?” tanya si Fentus.
“Tidak, Nak, karena menurut berita
yang Ibu baca, kekuatan gempa tadi itu hanya 6, 2 Skala Richter. Jadi tidak
menyebabkan tsunami. Sebelum kita melanjutkan pembelajaran ini, marilah
sama-sama kita berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing untuk mendoakan
saudara-saudara kita yang tertimpa musibah tersebut diberikan kesabaran,
kekuatan dan keikhlasan dalam menerima segala musibah serta diberikan
keselamatan oleh Allah Swt. Bagi yang beragama islam, marilah sama-sama kita
baca surah alfatihah,” terangku.
Setelah itu, kami melanjutkan
pembelajaran yang sempat tertunda gara-gara ada gempa tersebut. Waktu terus
berlalu, akhirnya pembelajaran hari Jumat tersebut selesai. Kalau hari Jumat
siswa pulang cepat karena hanya ada beberapa pelajaran saja hari itu. Setelah
baca doa penutup, aku langsung mengucapkan salam kepada para murid sebagai
tanda pembelajaran selesai.
“Baik anak-anak, dengan selesainya
kita membaca doa maka berakhir pula pembelajaran hari ini. Jangan lupa PR-nya
dikerjakan dan pelajari bab selanjutnya di rumah, ya. Pembelajaran hari ini Ibu
akhiri, bila ada salah dan khilaf kata maupun sikap, Ibu mohon maaf. Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
dan selamat siang.”
“Wa’alaikum
salam Warohmatullahi Wabarokatuh, Selamat siang, Bu,” jawab mereka kompak.
Mereka kemudian berdiri dan bersalaman
kepadaku, lalu langsung pulang. Aku juga langsung pulang dan meminta tolong
kepada rekan guru untuk mengantar ke bengkel. Sesampainya di bengkel, aku
langsung ambil motor.
“Sudah selesai ditambal motor saya,
Pak?” tanyaku.
“Sudah, Bu,” jawabnya.
“Berapa ongkosnya, Pak?” tanyaku
lagi.
“Tidak usah dibayar, Bu. Ini tadi
yang menambal anak buah saya, dan katanya dulu dia murid mengaji Ibu. Sebelum
dia pergi beli sesuatu tadi berpesan kepada saya agar jasanya tidak usah
dibayar oleh Ibu,” jawabnya.
“Masyaallah,,, tabarakallah,,,
Terima kasih, ya, Pak,” ucapku seketika.
Rupanya masih ada anak yang
mengingat gurunya walaupun sudah lama tidak mengajarnya lagi dan berusaha
menyenangkan hati serta berbuat baik kepada gurunya. Terharu dan senang rasanya,
masih ada anak yang mempunyai sifat dan sikap seperti itu. Beginilah seorang guru, ada susahnya dan ada senangnya. Oleh karena itu
harus pandai-pandai bersikap dan mengambil segala hikmah dalam setiap kejadian,
gumamku dalam hati.
Setelah mengambil motor, aku
langsung tancap gas menuju rumah. Di dalam perjalanan tak henti-hentinya
mengucapkan syukur atas segala nikmat Allah yang sudah diberikan hari ini.
Hingga sampailah aku ke rumah dengan selamat.
BIONARASI:
Kasiatun, S.Pd.
Lahir di
Bojonegoro pada 20 Desember 1981. Lulusan S-1 Bimbingan dan Konseling
Universitas Riau. Saat ini menempuh pendidikan S-2 Pendidikan Dasar Universitas
Terbuka semester IV. Dari 2011 hingga saat ini mengajar di SDN 006 Pompa Air.
Istri dari Bapak Suradi dan ibu dari 4 orang anak.
Penulis bisa dihubungi melalui nomor WhatsApp: 085233862048.
Facebook: Kasiatun Leran
Salam kenal ibu, alhamdulillah kita dipertemukan di forum ini
BalasHapusSalam kenal juga Bu, Alhamdulillah.
HapusMantap
BalasHapusTerima kasih, Bu.
HapusSaya masih tahap belajar.
Pemula banget. Kalau Bu Mega sudah senior dan sudah mantap sekali.
ini sepertinya bukan resume materi 1 kelas menulis.
BalasHapusIya, Pak. Ini bukan resume. tapi ucapan syukur saya karena sudah bisa membuat cerpen perdana yang dipublikasikan. Kemarin salah kirim link.
BalasHapus