Rabu, 18 Mei 2022

CERPEN PERDANAKU DALAM BUKU ANTOLOGI "GORESAN PENA SANG PENDIDIK"


Assalamu'alaikum Wr. Wb.

    Menulis merupakan hobi saya selain membaca. Oleh karena itu, sejak SMP saya sudah mulai menulis di buku diary. Kemudian menulis apapun itu di sosial media yang terkadang banyak dapat nyiyiran karena seringnya menulis di sosmed.

    Untuk itu, saya bergabung dalam komunitas menulis supaya dapat mengeluarkan segala uneg-uneg maupun imajinasi yang muncul di dalam hati dan pikiran ini. Dan Alhamdulillah, sekarang saya sudah mempunyai karya dalam menulis yakni karya pertama saya yang sudah dipublikasikan dalam sebuah buku berupa Antologi cerpen "Goresan Pena Sang Pendidik". Walaupun masih belum bisa solo, tetapi itu sudah merupakan suatu nikmat yang perlu disyukuri.

    Saya menyadari bahwa tulisan saya ini masih jauh dari kata sempurna. Karena saya masih dalam tahap belajar. Oleh karena itu suport dan komentar yang membangun saya harapkan dari saudara sekalian.

Berikut ini Cerpen perdana saya:

KELAS BERGOYANG

Kasiatun, S.Pd.

Pagi ini, cuaca sangat cerah. Matahari sudah menampakkan cahayanya. Seperti biasa, aku sudah bersiap-siap berangkat ke sekolah. Alhamdulillah hari ini tidak ada drama si kembar seperti biasanya. Mereka begitu manis dan baik sekali kelakuannya pagi ini. Tidak ada suara tangisan maupun rengekan di rumah ini sehingga membuat saya lebih bersemangat untuk berangkat ke sekolah.

Dengan hati yang berbunga-bunga aku mengendarai motor sambil bernyanyi di sepanjang jalan menuju sekolah. Jarak rumah dengan sekolah kurang lebih 4 Km. Sehingga butuh waktu  15 menit untuk sampai ke sekolah. Namun, baru saja saya mengendarai motor selama 10 menit, tiba-tiba motor oleng dan tidak nyaman lagi untuk dikendarai. Akhirnya, aku berhenti dan melihat roda motor tersebut. Qodarullah, ternyata bannya kempes. Patutlah motornya oleng.

Karena di situ pematang dan tidak ada orang yang buka tambal ban, maka motor tersebut kudorong hingga  ke bengkel yang agak dekat dengan sekolah. Alhasil, keringat bercucuran membasahi kening dan baju.

Sambil berjalan kulafalkan selawat dan sesekali beristigfar karena menyadari bahwa saking gembiranya pagi tadi lupa untuk bersyukur dan malah bernyanyi di sepanjang jalan menuju sekolah. Mungkin itulah teguran yang Allah berikan kepadaku karena sudah berlebih-lebihan menyikapi suatu rasa kegembiraan.

“Motornya kenapa, Bu?” tanya tukang bengkel tersebut.

“Bocor, Pak” jawabku.

Lalu diambilnya motorku itu dan diperiksa oleh tukang bengkel tersebut. 

“Bu, bannya ini terkena paku. Mau ditambal atau diganti ban dalam saja?”

“Ditambal saja. Berapa lama kira-kira menambal ban itu Pak?” tanyaku.

“Kurang lebih setengah jam, Bu” jawabnya.

Karena waktu masuk kelas hanya tinggal 5 menit lagi, kuputuskan untuk meninggalkan motor itu di bengkel tersebut dan aku berjalan kaki menuju ke sekolah.

“Kalau begitu motornya kutinggal saja, ya, pak. Nanti pulang sekolah aku ambil,” kataku.

Setelah berjalan kurang lebih 10 menit, sampailah aku di depan kelas dengan sedikit terengah-engah. Aku berhenti sebentar, kemudian menarik nafas dalam-dalam tiga kali baru masuk ke kelas dan memulai pembelajaran.

“Assalamu’alaikum. Selamt pagi anak-anak,” salamku kepada siwa kelas VI SD tersebut.

“Wa’alaikum salam. Selamat pagi Bu,” jawab mereka.

Kemudian kami berdoa terlebih dahulu sebelum memulai pembelajaran, baru setelahnya aku menanyakan apakah ada PR atau tidak kepada mereka. Ternyata ada PR.

Sebelum menyuruh mereka mengumpulkan dan mengoreksi PR, terlebih dahulu aku sampaikan materi apa yang akan dipelajari dan  tujuannya. Semua siswa mendengarkan dengan seksama dan waktu itu suasananya begitu hening. Hingga suatu pertanyaan kusampaikan kepada mereka tentang perubahan fisik mereka yang signifikan selama ini.

“Perubahan apa yang terjadi pada fisik kalian anak-anak, bila dibandingkan dengan waktu kalian masih duduk di kelas I kemarin?” tanyaku kepada mereka.

“Makin tinggi, Bu,” jawab Silvia.

“Tampak jakun, Bu,” sahut Fentus.

“Tumbuh rambut di beberapa tempat, Bu,” sambung Parel.

“Tumbuh jerawat, Bu,” kata Sadarman.

“Dada mulai membesar, Bu,” ujar Tasqia.

Mereka pun menjawab dengan bersahut-sahutan hingga aku mengangkat tangan tanda untuk mereka berhenti menjawab dan giliranku menanggapinya.

“Iya, bagus. Diantara jawaban-jawaban kalian tadi itu ada yang merupakan ciri-ciri dari pubertas, ya. Pubertas adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa atau biasa orang menyebutnya masa remaja. Ciri-ciri pubertas antara laki-laki dan perempuan itu agak berbeda. Pada Laki-laki ciri-cirinya adalah mulai tumbuh kumis dan rambut di bagian tubuh lainnya, mulai tumbuh jakun, terkadang mulai berjerawat, badannya makin tinggi besar dan dada terlihat makin bidang, sudah mimpi basah, suara makin berat dan besar. Kalau ciri-ciri pubertas pada perempuan itu pinggul membesar, payu dara mulai membesar, mengalami haid atau menstruasi, mulai tumbuh rambut di bagian tubuh lainnya, kulit tampak halus, suara terdengar makin melengking dan alat reproduksi mulai matang atau berfungsi. Demikian adalah ciri-ciri pubertas bagi laki-laki dan perempuan.”

Setelah beberapa saat memberikan pemaparan materi, tibalah saatnya untuk memberikan evaluasi kepada siswa. Silvia yang merupakan anak yang paling pandai di antara teman-temannya mengajukan beberapa pertanyaan. Sebelum aku menjawab, kucoba lemparkan kepada teman-temannya untuk menjawabnya. Tasqia yang termasuk siswa cerdas langsung menjawab diikuti oleh Parel dan juga Fentus.

“Baiklah anak-anak, sekarang kerjakan latihan pembelajaran 4 yang ada dalam LKS halaman 82 yang bagian A pilihan ganda saja, ya!” perintahku.

“Baik, Bu” jawab mereka.

Kemudian semua siswa mulai mengerjakan latihan pada LKS tersebut. Suasana begitu hening karena mereka fokus mengerjakan soal-soal dan aku sendiri sedang mengoreksi PR mereka dan memberinya nilai pada hasil pekerjaan siswa tersebut. Setelah beberapa saat mengoreksi, tepat pada pukul 08.41 WIB di hari Jumat tanggal 25 Februari 2022 tersebut tiba-tiba kursiku terasa bergoyang-goyang beberapa kali.

Aku terkejut dan bertanya dalam hati. Apa aku pusing karena kecapekan mendorong motor pagi tadi ataukah gempa? Lalu kulihat figura foto di  dinding kelas itu juga bergoyang.

“ Anak-anak, apakah kalian merasakan ada gempa? Apakah kalian merasakan kelas ini bergoyang?” tanyaku.

“Iya, Bu, kelas kita bergoyang,” kata si Silvia.

“Iya Bu. Kelas ini bergoyang. Kirain itu Ibu sedang bernyanyi sambil goyang-goyang,” jawab Tasqia.

“Saya juga terasa bergoyang di kursi ini, Bu,” kata si Parel.

“Kamu, tuh, ikut-ikutan saja, Rel,” sahut si Tasqia.

“ Iya Bu, benar ada gempa. Lihat itu, penggaris di belakang Ibu bergoyang-goyang. Awas, Bu, hati-hati nanti ketimpa penggaris,” kata si Fentus.

Spontan aku langsung berdiri dan beristigfar dan diikuti semua siswa. Karena masih terasa bergoyang kami panik dan langsung kuperintahkan murid-murid untuk lari ke luar kelas menuju halaman sekolah.

“ Jangan panik, baca istighfar dan selawat, lalu semuanya keluar ke halaman sekolah, ya, Nak. Pilih tempat yang terbuka!” perintahku kepada mereka.

“Astaghfirrullah al ’a zim”  seru mereka sambil berhamburan ke luar kelas menuju halaman sekolah.

Sesampainya di halaman semua murid berkumpul dan berdoa memohon perlindungan dari Allah Swt, mereka berselawat bersama-sama. Semua orang harus keluar rumah, sekolah, kantor ataupun gedung-gedung lainnya jika terjadi gempa. Itu pun jika memungkinkan untuk lari ke luar ruangan menuju tanah lapang supaya tidak tertimpa reruntuhan bangunan. Namun, jika tidak memungkinkan, maka  harus mencari kolong meja atau tempat tidur untuk berlindung.

Dua puluh menit telah berlalu, kami semua masih berada di halaman sekolah. Setelah dirasa aman dan tidak ada gempa susulan lagi, kami semuanya masuk ke dalam kelas dan melanjutkan pembelajaran kembali.

“Bu, tadi itu pusatnya gempa di mana?” tanya Tasqia.

“Di Pasaman Sumatra Barat” jawabku.

“Itu menyebabkan tsunami seperti di Aceh dahulu atau tidak, Bu?” tanya si Fentus.

“Tidak, Nak, karena menurut berita yang Ibu baca, kekuatan gempa tadi itu hanya 6, 2 Skala Richter. Jadi tidak menyebabkan tsunami. Sebelum kita melanjutkan pembelajaran ini, marilah sama-sama kita berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing untuk mendoakan saudara-saudara kita yang tertimpa musibah tersebut diberikan kesabaran, kekuatan dan keikhlasan dalam menerima segala musibah serta diberikan keselamatan oleh Allah Swt. Bagi yang beragama islam, marilah sama-sama kita baca surah alfatihah,” terangku.

Setelah itu, kami melanjutkan pembelajaran yang sempat tertunda gara-gara ada gempa tersebut. Waktu terus berlalu, akhirnya pembelajaran hari Jumat tersebut selesai. Kalau hari Jumat siswa pulang cepat karena hanya ada beberapa pelajaran saja hari itu. Setelah baca doa penutup, aku langsung mengucapkan salam kepada para murid sebagai tanda pembelajaran selesai.

“Baik anak-anak, dengan selesainya kita membaca doa maka berakhir pula pembelajaran hari ini. Jangan lupa PR-nya dikerjakan dan pelajari bab selanjutnya di rumah, ya. Pembelajaran hari ini Ibu akhiri, bila ada salah dan khilaf kata maupun sikap, Ibu mohon maaf. Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh dan selamat siang.”

“Wa’alaikum salam Warohmatullahi Wabarokatuh, Selamat siang, Bu,” jawab mereka kompak.

Mereka kemudian berdiri dan bersalaman kepadaku, lalu langsung pulang. Aku juga langsung pulang dan meminta tolong kepada rekan guru untuk mengantar ke bengkel. Sesampainya di bengkel, aku langsung ambil motor.

“Sudah selesai ditambal motor saya, Pak?”  tanyaku.

“Sudah, Bu,” jawabnya.

“Berapa ongkosnya, Pak?” tanyaku lagi.

“Tidak usah dibayar, Bu. Ini tadi yang menambal anak buah saya, dan katanya dulu dia murid mengaji Ibu. Sebelum dia pergi beli sesuatu tadi berpesan kepada saya agar jasanya tidak usah dibayar oleh Ibu,” jawabnya.

“Masyaallah,,, tabarakallah,,, Terima kasih, ya, Pak,” ucapku seketika.

Rupanya masih ada anak yang mengingat gurunya walaupun sudah lama tidak mengajarnya lagi dan berusaha menyenangkan hati serta berbuat baik kepada gurunya. Terharu dan senang rasanya, masih ada anak yang mempunyai sifat dan sikap seperti itu. Beginilah seorang guru, ada susahnya dan ada senangnya. Oleh karena itu harus pandai-pandai bersikap dan mengambil segala hikmah dalam setiap kejadian, gumamku dalam hati.

Setelah mengambil motor, aku langsung tancap gas menuju rumah. Di dalam perjalanan tak henti-hentinya mengucapkan syukur atas segala nikmat Allah yang sudah diberikan hari ini. Hingga sampailah aku ke rumah dengan selamat.

 

BIONARASI:

Kasiatun, S.Pd.

Lahir di Bojonegoro pada 20 Desember 1981. Lulusan S-1 Bimbingan dan Konseling Universitas Riau. Saat ini menempuh pendidikan S-2 Pendidikan Dasar Universitas Terbuka semester IV. Dari 2011 hingga saat ini mengajar di SDN 006 Pompa Air. Istri dari Bapak Suradi dan ibu dari 4 orang anak.

Penulis bisa dihubungi melalui nomor WhatsApp: 085233862048. 

Facebook: Kasiatun Leran

6 komentar:

  1. Salam kenal ibu, alhamdulillah kita dipertemukan di forum ini

    BalasHapus
  2. Balasan
    1. Terima kasih, Bu.
      Saya masih tahap belajar.
      Pemula banget. Kalau Bu Mega sudah senior dan sudah mantap sekali.

      Hapus
  3. ini sepertinya bukan resume materi 1 kelas menulis.

    BalasHapus
  4. Iya, Pak. Ini bukan resume. tapi ucapan syukur saya karena sudah bisa membuat cerpen perdana yang dipublikasikan. Kemarin salah kirim link.

    BalasHapus